Beranda | Artikel
Penjelasan Singkat Keutamaan Puasa Syawal dan Puasa Bulan Dzulhijjah
Kamis, 14 November 2019

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Penjelasan Singkat Keutamaan Puasa Syawal dan Puasa Bulan Dzulhijjah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Kifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 29 Shafar 1441 H / 28 Oktober 2019 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Keutamaan Puasa Asyura, Muharram dan Ramadhan

Kajian Islam Ilmiah Tentang Penjelasan Singkat Keutamaan Puasa Syawal dan Puasa Bulan Dzulhijjah

Penulis kitab ini Rahimahullah mengatakan: Dan sahabat Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang puasa Ramadhan kemudian ia mengikutinya dengan puasa 6 hari dibulan Syawal maka seakan-akan ia puasa sepanjang tahun.”

Penjelasan Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr

Penulis kitab ini Rahimahullah menyebutkan hadits yang berkenaan dengan keutamaan puasa 6 hari dibulan Syawal. Dan hadits ini adalah hadits yang shahih, benar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan tidak perlu kita menoleh kepada orang-orang yang meragukan kebenaran hadits ini. Karena hadits ini adalah hadits yang shahih (benar) tentang keutamaan puasa 6 hari dibulan Syawal dan tidak disyaratkan 6 hari ini dilakukan secara terus-menerus. Akan tetapi boleh dipisah. Bisa dilakukan di awal Syawal atau di pertengahan Syawal atau di akhir Syawal, maka tidak mengapa. Yang penting puasa 6 hari tersebut semuanya di bulan Syawal.

Nabi kita ‘Alaihish Shalatu was Salam menyebutkan pahala yang besar ini dengan mengatakan:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang puasa Ramadhan kemudian ia mengikutinya dengan puasa 6 hari dibulan Syawal maka seakan-akan ia puasa sepanjang tahun.”

Hal ini dikarenakan satu kebaikan akan ditulis pahala 10 kebaikan dan satu tahun jumlah harinya adalah sebanyak 360 hari. Maka puasa Ramadhan sebanding dengan puasa 300 hari. Karena satu kebaikan dituliskan 10 pahala dan puasa 6 hari dibulan Syawal sebanding dengan puasa 60 hari. Karena satu kebaikan yang dikerjakan maka pahalanya ditulis dengan 10 kebaikan.

Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Maka seakan-akan ia puasa sepanjang tahun.” Karena apabila ada seorang yang setiap tahun ia berpuasa Ramadhan kemudian puasa 6 hari dibulan Syawal maka seakan-akan sepanjang zaman ia berpuasa. Karena satu kebaikan pahalanya adalah 10 kebaikan.

Keutamaan 10 hari pertama di Bulan Dzulhijjah

Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

“‘Tidak ada hari-hari yang amal shalih pada hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala melebihi 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah’ Maka para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah amal tersebut lebih baik dibandingkan dengan jihad dijalan Allah Ta’ala?’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Amal shalih pada hari-hari tersebut lebih utama daripada berjihad dijalan Allah, kecuali seorang yang keluar berjihad membawa hartanya dan berangkat sendiri berjihad dan tidak kembali lagi.`” (HR. Bukhari)

Penjelasan Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr

Penulis kitab ini Rahimahullah menyebutkan hadits yang umum tentang keutamaan amal shalih pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Dan penyebutan hadits ini dalam bab keutamaan puasa karena diantara bentuk amal shalih yang dianjurkan untuk dikerjakan pada 10 pertama di bulan Dzulhijjah yaitu berpuasa. Karena puasa adalah salah satu amal shalih. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan secara umum dalam hadits ini:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ

“Tidak ada hari-hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah untuk dilakukan pada hari-hari tersebut melebihi 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah.”

Dan diantara amal shalih adalah berpuasa. Dan 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah adalah hari terbaik dalam setahun. Sebagaimana 10 terakhir di bulan Ramadhan adalah malam-malam terbaik sepanjang tahun. Maka siang hari terbaik sepanjang tahun adalah 10 pertama di bulan Dzulhijjah dan malam-malam terbaik adalah 10 terakhir di bulan Ramadhan. Karena pada 10 terakhir di bulan Ramadhan ada malam lailatul qadar. Dan malam ini lebih baik daripada 1.000 bulan. Dan pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah adalah hari Arafah. Hari ini adalah hari yang terbaik sepanjang tahun.

Maka dari sini kita ketahui bahwasanya 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang sangat mulia, hari-hari yang penuh berkah dan hari-hari terbaik untuk seorang memperbanyak amal shalih pada hari-hari tersebut. Maka seyogyanya bagi setiap muslim apabila mendapatkan hari-hari tersebut untuk memanfaatkan dengan memperbanyak amal shalih dan lafadz hadits yang disebutkan oleh penulis kitab ini Rahimahullah adalah lafadz hadits Tirmidzi dalam kitab Jami’ At-Tirmidzi. Adapun lafadz hadits Bukhari yaitu:

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ؟ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ؟ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ

“Tidak ada amal yang lebih afdhal untuk dikerjakan melebihi hari-hari ini (yaitu 10 pertama di bulan Dzulhijjah), para sahabat bertanya, ‘Bahkan dibandingkan dengan jihad, Ya Rasulullah?’ Maka Rasul mengatakan, ‘Bahkan dibandingkan dengan jihad, kecuali seorang yang pergi sendiri membawa hartanya, dan tidak kembali tidak kembali lagi.`” (HR. Bukhari)

Dan hadits ini menunjukkan keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dan besarnya kedudukan hari-hari tersebut. Dan bahwasanya amal shalih yang terbaik dilakukan yaitu pada hari-hari tersebut. Bagi setiap muslim hendaklah antusias untuk memperbanyak amal shalih pada hari-hari tersebut dan diantara amal shalih yang baik dilakukan yaitu berpuasa. Oleh karena itu penulis kitab ini, Al-Mundziri Rahimahullah menyebutkan hadits ini pada bab yang berkenaan tentang keutamaan-keutamaan puasa.

Keutamaan Puasa hari Arafah dan puasa tiga hari setiap bulan dan puasa hari senin

Sahabat Abu Qatadah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang puasa beliau, beliau marah. Maka sahabat Umar Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan, “Kami ridha Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami, dan  Muhammad sebagai Rasul kami, dan baiat kami adalah baiat.” Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang puasa sepanjang tahun maka beliau mengatakan:

لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ – أَوْ: مَا صَامَ وَمَا أَفْطَرَ

“Orang yang puasa sepanjang tahun, berarti sama saja dia tidak berpuasa dan tidak berbuka.”

Kemudian beliau juga ditanya tentang puasa dua hari dan berbuka sehari, maka beliau mengatakan:

وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ؟

“Siapa yang mampu melakukan hal tersebut?”

Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga ditanya tentang puasa sehari dan berbuka dua hari, maka beliau mengatakan:

لَيْتَ أَنَّ اللَّهَ قَوَّانَا لِذَلِكَ

“Kita berharap bahwasanya Allah menguatkan kita untuk melakukan hal tersebut.”

Kemudian Rasulullah juga ditanya dengan pertanyaan tentang puasa sehari dan berbuka sehari, beliau menjawab:

ذَاكَ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ

“Itu adalah cara puasa saudaraku, Nabi Dawud”

Kemudian beliau juga ditanya tentang puasa hari senin, maka beliau mengatakan:

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ

“Hari senin adalah hari aku dilahirkan dan aku diutus menjadi Rasul dan diturunkan wahyu kepadaku.”

Kemudian beliau mengatakan:

فَصَوْمُ ثَلَاثَةٍ أيامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَمَضَانَ إِلَى رَمَضَانَ، صَوْمُ الدَّهْرِ

“Dan puasa tiga hari di setiap bulan, juga puasa Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, sama dengan puasa sepanjang tahun.”

Beliau pun ditanya tentang puasa hari Arafah, maka beliau mengatakan:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ المَاضِيَةَ وَالبَاقِيَةَ

“Puasa Arafah akan menghapuskan dosa setahun yang lalu dan tahun yang akan datang.”

Kemudian beliau juga ditanya tentang puasa Asyura, maka beliau mengatakan:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Penjelasan Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr

Perkataan penulis kitab ini, “Hadits-hadis yang berkaitan tentang keutamaan puasa hari Arafah, puasa tiga hari setiap bulan, juga puasa hari senin.”

Penulis kitab ini Rahimahullah membawakan bab yang mencakup keutamaan-keutamaan berpuasa yang tertera dalam hadits Abu Qatadah Radhiyallahu ‘Anhu, yaitu yang berkaitan dengan keutamaan puasa hari Asyura, keutamaan puasa tiga hari setiap bulan, keutamaan puasa hari senin, juga keutamaan-keutamaan yang lain yang berkaitan dengan ibadah puasa.

Perkataan beliau bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang puasanya, kemudian beliau Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam marah. Marahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena beliau tidak suka dengan pertanyaan ini. Karena pertanyaan ini menanyakan tentang puasanya beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Padahal ibadah puasa adalah kesempatan seorang untuk saling berlomba-lomba dan seorang tentu sangat berbeda kemampuannya dalam hal ini. Maka yang lebih pantas untuk ditanyakan pada kondisi seperti ini yaitu seseorang bertanya dengan mengatakan, “Berapa banyak aku harus berpuasa.” Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam akan memberikan jawaban sesuai dengan kondisi orang tersebut. Karena ibadah puasa adalah ibadah yang sangat banyak sekali. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mampu untuk berpuasa yang tidak mampu dilakukan oleh umatnya. Dalam satu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengatakan:

إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِي، وَسَاقٍ يَسْقِينِ

“Sesungguhnya aku tidak sama dengan kalian, saat aku berada diwaktu malam, ada yang memberi aku makan dan ada yang memberi aku minum.” (HR. Bukhari)

Perkataan sahabat Abu Qatadah, “Maka Umar Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan, “Kami ridha Islam sebagai agama kami, Muhammad sebagai Rasul kami dan kami ridha dengan baiat kami.” Ini adalah kalimat-kalimat yang sangat agung yang mengumpulkan seluruh perkara agama. Karena agama kita dibangun di atas tiga perkara yang disebutkan oleh sahabat Umar Radhiyallahu ‘Anhu. Dan tentang tiga perkara inilah setiap manusia akan ditanya ketika ia masuk ke dalam kuburnya dan akan mampu memberikan jawaban yang benar orang-orang ridha di kehidupan dunia ini menjadikan Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Rasulnya.

Dan juga dianjurkan atau disyariatkan bagi setiap muslim untuk mengucapkan kata-kata ini setiap seorang muadzin selesai mengatakan اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ، اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ, yaitu agar ia memperbaharui keimanannya dan keridhaannya Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Rasulnya. Juga ucapan ini disyariatkan untuk diucapkan pada pagi dan sore hari sebanyak tiga kali.

Imam Al-Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah menuliskan kitab beliau yang sangat agung, yaitu AL-USHUL ATS-TSALATSAH (Tiga Landasan Utama).

Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang puasa sepanjang tahun, maka beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ – أَوْ: مَا صَامَ وَمَا أَفْطَرَ

Ini adalah keraguan dari perawi hadits ini apakah perawi mengatakan لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ atau مَا صَامَ وَمَا أَفْطَرَ. Dan yang dimaksud dengan sabda beliau ini adalah orang yang berpuasa sepanjang tahun setiap hari, maka tidak akan mendapatkan pahala ibadah puasa. Karena bertentangan dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam hal ini Nabi kita ‘Alaihish Shalatu was Salam pernah mengatakan:

واللَّهِ إِنِّي لأَخْشَاكُمْ للَّهِ وَأَتْقَاكُم لَهُ لكِني أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصلِّي وَأَرْقُد، وَأَتَزَوّجُ النِّسَاءَ، فمنْ رغِب عَنْ سُنَّتِي فَلَيسَ مِنِّى

“Demi Allah sesungguhnya aku adalah yang paling takut kepada Allah, yang paling bertaqwa kepadaNya, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku bangun shalat dan aku tidur dan aku menikahi para wanita, maka barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka orang yang berpuasa setiap hari tidak akan mendapatkan pahala puasa karena menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ia juga tidak dikatakan berbuka karena ia tidak makan, jadi dia bukan orang yang berbuka juga bukan orang yang mendapatkan pahala puasa karena bertentangan dengan petunjuk Nabi kita ‘Alaihish Shalatu was Salam.

Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang hukum berpuasa dua hari dan berbuka sehari. Maka beliau mengatakan:

وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ؟

“Siapa yang mampu melakukan hal tersebut?”

Seakan-akan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak suka dengan cara berpuasa seperti ini. Karena kebanyakan orang tidak mampu untuk melakukannya dan sangat sulit untuk dilakukan, terutama jika seseorang ingin terus menerus melakukan hal tersebut. Adapun bagi orang yang mampu melakukannya sebulan atau dua bulan, mungkin saja orang mampu untuk melakukannya.

Kemudian beliau juga ditanya tentang puasa sehari dan berbuka dua hari, yaitu puasa 10 hari dalam setiap bulan. Maka beliau mengatakan:

لَيْتَ أَنَّ اللَّهَ قَوَّانَا لِذَلِكَ

“Kita berharap bahwasanya Allah menguatkan kita untuk melakukan hal tersebut.” dalam riwayat lain:

وددت أني طوقت ذلك

“Aku sungguh menginginkan bahwasanya aku mampu untuk melakukan hal tersebut.”

Dikatakan bahwasanya arti dari ucapan beliau karena beliau sangat sibuk atau tersibukkan dengan keluarganya, juga dengan tamu-tamunya, juga kemaslahatan umat ini. Maka maksud dari ucapan beliau adalah apa yang kita sebutkan tadi.

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Penjelasan Singkat Keutamaan Puasa Syawal dan Puasa Bulan Dzulhijjah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47942-penjelasan-singkat-keutamaan-puasa-syawal-dan-puasa-bulan-dzulhijjah/